
BDR & PDD: Realita Mahasiswa di Balik Layar Zoom
admin
- 11
Duniamahasiswa – BDR & PDD (Belajar dari Rumah dan Pendidikan Jarak Jauh) bukan sekadar metode pembelajaran daring—kini keduanya menjadi simbol dinamika dan tantangan dunia perkuliahan modern. Di tengah kemajuan teknologi pendidikan, masih banyak mahasiswa yang menyuarakan frustrasi mereka lewat media sosial, termasuk melalui tagar yang sempat viral: “Lingkaran Setan PDD”. Ungkapan ini mencerminkan tekanan psikologis dan akademik yang dirasakan saat menjalani perkuliahan tanpa tatap muka.
BDR & PDD: Rutinitas yang Melelahkan dan Monoton
BDR & PDD kerap diharapkan menjadi solusi fleksibel untuk mahasiswa, terutama di era pascapandemi. Namun, kenyataannya, banyak mahasiswa justru mengalami kelelahan akibat rutinitas belajar yang cenderung membosankan. Duduk berjam-jam di depan layar, mengerjakan tugas tanpa diskusi langsung, serta menghadapi koneksi internet yang tak stabil menjadi masalah umum. Bahkan, beberapa mahasiswa mengaku lebih lelah menjalani kelas daring di bandingkan kuliah konvensional.
Istilah “Zoom Fatigue” pun menjadi akrab di telinga. Ini menggambarkan kelelahan mental akibat terlalu sering berinteraksi secara virtual. Sayangnya, dalam sistem BDR & PDD, istirahat yang cukup dan interaksi sosial langsung kerap terabaikan.
“Kolesterol Tinggi dan Bagaimana Mengatasinya?”
“Lingkaran Setan PDD”: Ungkapan Frustrasi yang Viral
Tagar #LingkaranSetanPDD bukan tanpa alasan menjadi trending. Mahasiswa menggunakannya untuk membagikan pengalaman nyata, mulai dari dosen yang memberi tugas menumpuk tanpa penjelasan, sistem kuliah daring yang minim interaksi, hingga tekanan akademik yang terus meningkat.
Unggahan-unggahan tersebut banyak di temukan di TikTok dan Instagram, sering kali di kemas dalam bentuk video humor atau sindiran satir. Namun di balik gaya penyampaiannya yang ringan, tersimpan kegelisahan mendalam tentang efektivitas dan kesehatan mental dalam sistem pembelajaran jarak jauh.
Menuju Sistem Pendidikan Digital yang Lebih Manusiawi
Di tengah berbagai tantangan tersebut, penting bagi institusi pendidikan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem BDR & PDD. Mahasiswa bukan sekadar peserta pasif, melainkan aktor utama yang memerlukan ruang untuk bertumbuh secara sosial, emosional, dan intelektual.
Pendekatan hybrid learning atau model pembelajaran campuran mulai di lirik sebagai solusi jangka panjang. Dengan menggabungkan interaksi daring dan luring, di harapkan sistem ini mampu menjembatani kebutuhan fleksibilitas dan kualitas interaksi manusiawi yang sangat di butuhkan.
BDR & PDD, jika di rancang dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif, tetap memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan pendidikan modern. Namun, jika di biarkan berjalan tanpa koreksi, tak heran jika tagar seperti “Lingkaran Setan PDD” akan terus bergema sebagai bentuk kritik mahasiswa terhadap sistem yang di anggap belum ramah bagi mereka.